Kamis, 31 Desember 2009

at the last day

alhamdulillah masih bisa bangun di pagi buta ini. setahuku, ini hari terakhir di 2009. rasa-rasanya tak akan banyak yang berubah, ber-revolusi dengan sebenarnya setelah hari ini berlalu. meski tetap berharap bahwa dengan ke-Maha Kuasaan-nya, Allah akan memberikan banyak kejutan nantinya. bukankah hari esok selalu menyimpan harapan?

ah, mengingat hari-hari yang lewat, membuatku merasa sedikit tak nyaman. mengingat bahwa saya sekarang berdiri di seperempat abad. andai coretan-coretan di lembar-lembar waktu yang sempat kugoreskan tak teratur ada di rak buku, atau di file harddisk, di dinding kamar atau dimanapun, aku akan membukanya dengan penuh semangat sekarang. memelototi lembar demi lembar, khususnya cerita setahun terakhir.

sebesar hitungan waktu yang telah menjadi bagian yang takkan lagi pernah datang, sebanyak itulah (mungkin) isi coretan di lembar-lembar waktu yang ingin kurobek, kuremas lalu kulempar ke tong sampah yang jauh. atau kubakar jadi abu di nyala api yang menyengat. lalu mengganti halaman kosong itu dengan lembar-lembar putih. tanpa spasi. tanpa kata..

esok. juga nanti dan seterusnya. selamat buat kalian, teman-temanku yang masih disatukan jiwa dan ruhnya! selamat jadi pena yang menjejakkan tinta di kertas putih, atau kerikil yang menimbulkan riak di lautan yang tenang. atau memilih cukup jadi kertas putih, atau air yang tak beriak, atau jadi apapun. semaunya.

Tamalanrea, 31 Dec'2009

Everything will be fine..!

Aku menepikan sepeda motor ke bawah pohon rindang di tepian jalan. Tanpa mematikan mesinnya, kuraih handphone dari balik saku jaket lusuh yang kukenakan (hah, sok kaya lu. HP jelek tu jgn sampe kelihatan orang. Malu-maluin tau gk!!).

‘Wss..Ga ush ka, Langsng maQ kcmpz, sy jg skrg ud djln’. Begitu bunyi sms yang masuk.

Kusimpan kembali handphone itu ke dalam saku. Perlahan, mesin motor kembali meraung di jalan berdebu yang macet. Tak sampai seratus meter, kubelokkan arah motor memasuki gerbang yang sebulan terakhir akrab denganku (ya mana bisa gk akrab bro!!, kalau seorang teman dan seorang yang lain suka mengutangkan pulsa kuliah disini!!).

Tepat di depan perpustakaan, di parkiran yang masih sepi, aku berhenti. Sesaat aku menatap sekeliling. Tapi tak kutemui wajah-wajah yang kukenal. Di tempat duduk, juga di kerumunan orang yang lalu lalang. Kian ramai.

‘Ah, aku takkan menunggu di tempat ini lagi’. Begitu batinku saat sejenak berhenti tepat di depan perpustakaan (tidak disediakan ruang tunggu bagi tamu kah di kampus ini??). Aku melangkah ke sisi kiri gedung, terus ke arah belakang. Tepat di sisi kanan auditorium aku berhenti. ‘Hmm, untung ada toko makanan disini’. Aku melangkah kedalam, mengelilingi rak-rak setinggi satu setengah meter yang dijejer rapi. Padanya diletakkan aneka makanan ringan yang tak sadar membuatku menelan ludah.

“Cari apa?” Tanya penjaga toko. Seolah mengerti kebingunganku (huh, ni belagak bloon ataw memang tidak tau? Ya, kesini cari makanan lah! Masa mo cari masalah!).

“Top ada tidak?”. Aku menjawabnya dengan pertanyaan.

“Ooh, ini!” . Ujarnya sembari menujuk pada toples besar di atas meja kasir.

Aku mengambil 5 pcs dan sebotol sedang air mineral. Membayarnya lalu keluar.

‘Ah, semoga saja mereka sudah datang’. Harapku sembari kembali merogoh hanphone. Kugeser cursor ke bawah sambil sigap memelototi nama-nama yang berlarian. Beberapa saat, kutekan tombol call. Sayang, dari ujung seberang tak ada jawaban. Kucoba sekali lagi. Tapi hasilnya sama saja. Aku berhenti saat seseorang menegurku dari belakang.

“Lama meki disini?” tanyanya kemudian saat aku berhasil mengenalinya setelah beberapa saat. Dia Titin.

“Kau dari mana saja?” kataku ketus tanpa menjawab pertanyaannya.

“Baruka juga datang.” Ujarnya sembari tertawa.

Aku menawarinya duduk di teras depan sebelah kanan auditorium itu. Di tempat yang sama, beberapa orang juga duduk, asyik dalam percakapan mereka yang diselingi tawa. Kebanyakan perempuan. Saat duduk itulah kujulur uang sepuluh dan lima ribuan. Masing-masing selembar (yang ini sih, sisa uang yg gk kepake. Maklum, orang kaya, hahahaha..).

“Tidak ada uang kecilku, kak.” Ujarnya sambil tetap tersenyum.

Begitulah Titin. Mungkin akan susah menemukan orang se-enjoy dia. Setidaknya begitulah sejauh saya hidup saat ini. Tiada hari tanpa tersenyum ,atau bahkan gelak tawa (tapi bukanjie orang gila tawwa, hahaha!!).

Aku menarik kembali uang lima ribuan yang ingin kuserahkan padanya. Berharap bahwa kali ini aku akan diberi diskon, dia meninggikan suaranya dan berkata, “Tidak boleh!!”

“Okelah…” ujarku mengalah (dasar! Titin sekkeee!!).

Beberapa saat, seseorang datang menginterupsi. Kali ini aku tak perlu lama mengenali suara yang menyapa merdu itu (huftt, bisanya mamo dilupa! Amma gitu lho!!). Di beberapa malam yang lewat, suaranya selalu membuatku tidur nyenyak. Selayaknya dongeng sebelum tidur…

Kali ini aku memilih tak memperhatikannya. Sejenak aku hanya menunduk, hingga dia berdiri tepat di depanku. Aku mengangkat muka menatap wajahnya yang tersenyum. Kuulurkan tangan sembari menanyakan keadaannya. Senyumnya sejenak menyerap seluruh konsentrasiku hingga sedikit mengganggu pendengaranku. Tapi samar kudengar dia menjawab: Sangat baik! (dia jawabnya pake bahasa Inggris coy! Makanya orang awam bakalan gk ngerti. Untung gua sedikit jago.ehmm,,)

‘Aduhh, dia memilih duduk di sebelah Titin dan bukannya di sebelahku’. Aku menghela nafas pendek. Ah, mungkin karena di samping depan itu ada tong sampah. (Peace men!!)

Tapi itu tak lama. Sebab, beberapa menit kemudian aku pindah duduk ke sisinya. Dari situ mengalirlah percakapan indah hari itu. Beberapa pertanyaan serius di-intermezzo oleh cekikikan tawa dan senyum di bibir kami bertiga.

Kurang dari sejam kami duduk disana. Hingga tak terasa teriknya sinar mentari dari balik atap auditorium, mulai menyengat kaki dan kepala. Tak betah, Titin memilih pamit ke arah musholla kampus. Sejenak tinggallah aku dengannya berdua. Tetap dalam bahasan serius dengan sesekali senyum. Tak peduli terhadap tatapan penuh tanya dari beberapa orang di sekitar situ. Entah mereka iri atau kagum pada sosok Romeo dan Juliet yang mereka lihat (nassami! orang gagah dan orang manis yang dilihat!!).

Tak tahan terik mentari, kami pindah ke sisi lain gedung. Melanjutkan kata disitu. Tapi tak lama, sebab keburu sudah Azan dhuhur. Aku mesti shalat dulu.

Eitz, aku kaget saat secara tak sadar papan yang tadinya kupijak mengalami pergeseran titik berat (ini bahasa teknik coy, tanya ke redaksi klo tidak tau.!), hingga hampir membuatnya jatuh. “Iihh, kak!” begitu pekiknya. Alhamdulillah, dia selamat sebelum sempat kujangkau tangannya (jika jd pun gk papa, coz itu ikhlas mo nolongin orang. Lagian gua ngerti, dia belum jadi istri gue..yang baca ini doakan ya,please!!!)

Saat di seberang mesjid, aku berhenti sejenak. Memintanya menunggu hingga usai shalat.

“Shalat meki dulu!” pintanya, kali ini dengan tatapan terindah yang pernah diberikannya padaku. Meski hanya beberapa detik, itu cukup membuatku tercekat grogi sekaligus berucap: Masya Allah!

(sekedar info, aku juga pernah melihatnya sangat cantik di suatu malam. Di rumahnya. Tepat di hari pernikahan kakakku. Saat aku berdiri hendak pamit, dia ikut berdiri lalu menyandar di tiang rumah, membelakangi nyala lampu teras. Gerimis perlahan membasahi jaketku yang berdiri di halaman. Aku tak bisa jelas melihat wajahnya. Tapi dalam silau cahaya lampu ke mataku aku tahu dia sedang menatapku dengan tatapan yang menusuk kalbu. Dia begitu anggun! Aku menghayatinya dan membiarkan bulir-bulir gerimis menembus jaket yang kukenakan. Aku baru bisa pulang setelah pamit yang keempat kalinya..)

Usai shalat, aku kembali menunggunya di seberang mushala. Sambil menunggu, ku-utak-atik tombol handphone, mengecek account Facebook-ku. Hingga kusadari dia telah berdiri tepat disampingku.

“Aku mau makan dulu”. Begitu ujarku saat dia menanyakan aku kenapa belum pulang.

“Ah, tidak usahmi. Masih kenyangka. Sudahma makan tadi”. Katanya menolak saat aku mengajaknya ikut makan.

Nyatanya, saat di kantin, bertiga dengan Titin, aku pesan makanan untuknya juga. (oh ya, Titin tadi ketemu terdampar di mushalla. Saking maunya ikut makan, jilbabnya dipake tidak sempurna. Jadilah kainnya yang sedikit bolong terlihat..Sorry sister, hehehe…Stay humble!).

‘Uftt, dia memang sudah makan.’ Pikirku saat melihatnya tak bisa menghabiskan se-porsi mie pangsit di depannya. Tapi tak usah khawatir bakal mubazir. Tenang, ada Latif dan Titin yang perutnya berloteng-loteng..

Sudah hampir jam satu siang saat kami selesai makan. Saat keluar kantin, di seberang jalan kami ketemu Asrul (yang ini teman kuliah kami. Tapi lain fakultas coy!). Sedikit bengong, dia tersenyum saat kukatakan bahwa aku kuliah di tempatnya.

Di depan gedung Fekon (yang belum kuliah, Fekon itu kepanjangan fakultas ekonomi), aku berhenti. Aku menatapnya, lalu bertanya serius: “Kamu akan baik-baik saja?”

Sejenak dia berhenti dan menjawab, “Ya, saya akan baik-baik saja!”

Saat dia dan Titin (eh, hampir lupa bilang. Titin itu juga merangkap pembantu umum..) berlalu, perlahan aku melangkah pasti ke tempat parkir (ya iyalah! Masa ke ruangan kuliah bersama mereka!? Nanti ada yang naksir disana? Gimana coba!!??).

‘Semoga dia bahagia hari ini (Titin juga tawwa..). Everything will be fine!’ Begitu harapku dalam hati. Aku pulang.



..........................

Early December. Di suatu tahun