Minggu, 12 April 2009

Sunset Yang Meredup

lelaki itu membuka handphone lipatnya perlahan. lima menit lewat tengah malam, saat SMS itu masuk. masih berbaring dengan tatapan yang megap, ia berusaha mengenali pengirimnya. maklum sudah sejam yang lewat ia lelap tertidur.

ia mendadak bangun dari tidur saat mengetahui siapa pengirim SMS itu. ia lalu duduk di tepian tempat tidur agar tak salah membacanya. SMS yang mungkin sangat berarti dari seseorang yang pernah memberinya spirit di masa lalunya. maklum ini pesannya yang pertama tepat sejak setahun yang lalu. pengirimnya masih selalu ia rindukan, meski yang ia lakukan hanyalah membuat nomor hanphone-nya mengendap diantara banyak nama tak berarti.

dengan tangan bergetar, ia memencet tombol dan menggeser layar handpone-nya kebawah. dengan perasaan sedikit berdebar ia memelototi kata-kata itu satu demi satu. rasanya ia ingin text SMS itu lebih panjang. dalam hati ia bertanya-tanya kenapa perempuan itu mengirim pesan langka di malam buta? sebegitu pentingkah pesannya?

rinai gerimis sisa hujan tadi masih riuh menetes di atap kamarnya. iramanya mengiringi ingatan pria itu kembali ke masa lalunya. matanya yang masih lelah menatap kosong text SMS yang usai dibacanya.

waktu terasa bergulir terlalu cepat bagi pria itu. tak terasa sudah lewat tengah hari. dengan langkah gontai, ia berjalan menyusuri lorong gelap di dasar gedung perpustakaan kampus. kelelahan yang menghinggapi pikirannya ditimpali pesimisme yang membebani. ia tak yakin dengan jawaban ujian akhir mata kuliah thermodinamika barusan. tapi sudahlah, time is over. gumamnya dalam hati. usai semester ini masih ada semester pendek!

sejenak ia berhenti di depan pintu saat tiba di sudut gedung perpustakaan. memperhatikan alas-alas kaki yang dikenalnya tumpang tindih. tatapannya berhenti pada sepasang sepatu putih yang masih baru. aku tak pernah lihat yang ini. siapa yang datang? batinnya bertanya. dari dalam ruangan terdengar suara dan canda orang-orang yang dikenalnya.

di ruangan depan ia menemukan teman-temannya. lelah jelas telihat di wajah mereka. mungkin karena habis ujian juga, mungkin karena mentari yang terlalu terik bersinar, atau karena narasumber mereka yang seenaknya membatalkan jadwal wawancara.

diantara teman-temannya itu ada wajah yang sama sekali tak dikenalnya. di samping Lily, ada perempuan baru asyik membaca novel. sejenak pria itu tertegun memandangi perempuan itu. Lily tersenyum melihatnya. seperti tahu apa yang diinginkan pria itu, dia lalu berujar, “kenalkan, ini Rose, teman se-fakultasku”.

lelaki itu menjabat tangan kenalan barunya. lama sekali. kalau karena Lily tak menegur, mungkin akan lebih lama lagi. teman lain yang melihatnya cuma tertawa dan berguman menyindir. lelaki itu duduk dan mulai membuka lembaran term of reference (TOR) wawancara yang telah direvisi redakturnya tadi pagi. mulailah ia larut berdiskusi dengan teman yang mendapat penugasan yang sama. membagi siapa yang mewawancarai siapa. separuh hari itu, ia habiskan dengan bergulat mengejar dead line.

“Aslm. Bagaimana hari ini memperlakukanmu disana? Nice to meet u. Maaf ya, Lily yang ngasih tau no HP kamu..”. lelaki itu duduk di kursi ruangan meeting sendirian. sejenak di layer handphonenya terbaca ’message sent’, lalu menghilang. diganti penanda waktu yang menunjuk pukul 08.30 malam. mudah-mudahan ia sedang memegang handphone dan juga belum tidur! pria itu membatin.

tiga menit ia duduk tenang menunggu. menatap jelas pada layer handphone lipat itu. sebuah sms masuk. tak sabar, dengan lincah jempolnya membuka sms itu, lalu dengan penuh harap membacanya. “Wslm. Baik-baik saja. Semoga kamu juga disana. Nice to meet u too. Hehehe!”

malam itu ia lupa berapa banyak sms yang ia kirimkan. bertanya segala hal yang ingin dia ketahui tentang kenalan barunya. setidaknya dua kali handphonenya memberi peringatan bahwa memory sms full. sama sigapnya, kenalan barunya menjawab dengan jelas dan tak lupa mengakhiri setiap sms dengan pertanyaan.

begitulah! hari hari berjalan begitu indah dan penuh harapan baginya. saking semangatnya, ia tak peduli dengan hasil ujian tempo hari yang mengharuskannya mengulang di semester pendek saat musim libur nanti. ia bahkan mensyukurinya. sebab dengan begitu, ia punya alasan untuk tak pulang kampung. dengan begitu pula ia tetap bisa dekat dengan kenalannya yang berwajah manis itu.

“Gak nyangka ya, Tif. Kita bisa jadian dalam waktu yang sangat singkat.” Ujar perempuan itu tulus kepada lelak di sebelahnya di suatu siang. tak peduli banyak orang berseliweran di taman depan fakultas itu, yang mungkin saja menguping. bahkan pada temannya, Lily yang juga duduk di bangku yang sama. mendengar itu Lily tergelak sambil menujuk ke muka perempuan itu, “Akhirnya ngaku juga, hahaha…!”. seketika perempuan itu ikut tertawa. disampingnya sang lelaki pun tersenyum. dalam hati ia bahagia.

tak pernah sebelumnya, hari-hari berlalu penuh kenangan bagi lelaki itu. tidak, sebelum hari melelahkan yang mempertemukan mereka. selalu setiap lelap akan menjemput menuju pagi, ia mengirim pesan pendek kepada perempuannya yang berwajah manis itu. berharap bahwa tak hanya siang hari, tapi malam juga akan mempertemukan mereka. dalam mimpi yang indah.

sebisanya, setiap hari, lelaki itu menemui perempuannya. fakultas yang berbeda membuatnya harus membuat janji jika ada waktu untuk ketemu. di taman depan kampus itu, di tempat makan siang, di halaman depan kampus, di pinggiran danau yang tenang menghanyutkan, lalu mengantarnya pulang di sore hari. andai saja mungkin, ia ingin waktu bisa diputar lebih lambat. ia tak ingin bahagia di dadanya berakhir di sore hari, lalu digantikan kangen yang kadang menyiksanya hingga pagi.

lelaki itu bahkan kadang tak peduli dengan kuliah, tak peduli dengan rapat organisasi kampus yang diikutinya, tak peduli dengan kejaran atau bentakan redaktur Koran kampus yang menagih beritanya. baginya, yang lain itu bisa ditunda lalu diselesaikan di waktu yang lain. ya, maklum ia belum pernah memiliki perasaan separah itu dalam hidupnya. ia seakan tak lagi membayangkan hidup tanpa perempuannya. masa depannya telah ia rancang dengan jelas bersama sang pujaan hati. tak ada Plan B untuk hal ini sebab ia tak ingin menyisakan celah untuk memungkinkan takdir memisahkannya hingga hidupnya berakhir. sekalipun.

di suatu sore yang terik, bersama perempuannya ia berjalan pelan kearah tanggul pantai Losari. sekeliling sudah ramai oleh kelompok muda mudi, keluarga yang berhasrat menyaksikan matahari perlahan tenggelam di ujung laut sebelah barat. sebagian dari mereka masih berseragam kantor atau sekolah. jelas terlihat lelah di wajah mereka yang berjalan dengan gontai kearah tanggul mencari view yang bagus.

di depan tanggul, di atas bangku beton yang pendek, lelaki itu duduk di sebelah sang perempuan. sejenak, ia memandang lepas ke laut biru. lalu tunduk menatap lantai berukir di bawah kakinya. sang perempuan pun hanya tertegun. entah apa yang menyelimuti pikirannya. hening.

“aku lelah sekarang”. ujar perempuan memecah keheningan yang mengantarai mereka. tatapannya lepas kearah laut yang memantulkan sinar mentari yang memudar. sejenak lelaki itu memalingkan muka, menatap perempuan itu. seakan tak mengerti arah kata-kata perempuan barusan. sejurus, ia mengalihkan pandangannya lurus ke depan. menghela napas panjang lalu membuangnya pelan.

“baiklah. saya antar pulang sekarang”. ujar sang lelaki. ia lalu berdiri. hari ini memang berat dan karenanya butuh lebih banyak istirahat. begitu ia berpikir. seperti berusaha menerka apa yang ada di pikiran perempuannya. entah kenapa, seperti ada bias yang menyelimuti perasaannya saat berjalan kearah parkiran. ah! sudahlah, tidak akan seperti itu. batinnya berusaha tetap berpikiran positif.

tiga menit menuju pukul 01.00 malam. lelaki itu duduk tertegun menopang dagu. matanya yang lelah memerah. hanya sesekali berkedip pelan. untuk kesekian kali, ia membuka sms itu. lalu membacanya kembali, seperti belum mengerti maksud pengirimnya. setengah jam berlalu ia tak juga menemukan jawaban yang tepat untuk sms itu.

setelah beberapa lama ia bangkit dari duduknya. lalu berjalan ke arah jendela. di luar sana, rinai gerimis masih menghujam bumi. menghalangi pandangan lelaki itu kearah jalan raya yang sepi. tak ada lagi deru mesin terdengar dari sana. tak ada kendaraan tambang, sepeda motor, juga bus malam yang lewat. hanya kubangan air hujan di sisi jalan yang memantulkan sinar lampu yang muram.

lelaki itu tertegun lama sekali. batinnya yang sesak luruh perlahan. ia memilih berdamai. semuanya telah usai. oleh waktu, oleh takdir yang tak bisa dilawan, tak bisa kompromi dengan kenginan baik yang telah matang direncanakan. kau, perempuanku, memilih menjauh. dan setelahnya, takdir pun membawaku menjauh darimu. mengasingkan aku ke tempat sunyi ini. di kekinian kita hanya teman. dan itu cukuplah sudah. sebab jika mau, waktu bisa saja membuat kita tak pernah kenal!

di atas cakrawala, gelap kian memudar. dari balik jendela, di atas pohon cengkeh, gerombolan burung pipit berkicau silih berganti. untuk terakhir kali sang lelaki membaca sms itu. ‘Aslm. Tif, selamat ulang tahun. Wish all the best for u’. Tak ingin menunggu lebih lama, dibalasnya sms itu. ‘Aslm. Alhamdulillah. Terima kasih atas ucapan selamat dan doa ulang tahunnya’. diiringi hembusan nafas panjang, ia menutup handphone lipatnya setelah ada konfirmasi, message from Rose was deleted..

12/04/09
ltf

2 komentar:

  1. Bagus nih kak. Prnh coba buat novel tak? kayaknya punya talent buat nulis nih. Ckckck... (masih blm bisa menemukan hal untuk di calla). Hehe... Well, I'll find it soon. Kekekee....

    BalasHapus
  2. gk tau ya dik, novel kayaknya terlalu panjang (membanyangkannya sj saya sudah lelah duluan). hehehe.. tapi mungkin akan beda jika ceritanya kita alami. jadi menulis sebagai ajang curhat gt.hehehe.. makasih ya.

    BalasHapus