Rabu, 08 April 2009

Tak Bisa.

Aku tiba-tiba merasa iri dengan si Dadang. Baru beberapa detik berlalu saat kuakhiri pembicaraan telepon dengannya. Pagi ini nun jauh di seberang sana ia masih masuk kantor. Tapi tak akan lama. sekarang masih jam 08.15.Empat puluh lima menit kedepan, dia mungkin sudah di Sepinggan Airport.

Ya hari pagi ini dia akan pulang. Seperti tak ada yang bisa menahannya untuk pergi. Tanpa sepengetahuan boss di kantor, ia telah memesan tiket 3 hari sebelumnya. Dan itu berarti dia akan pulang tanpa mengantongi izin boss.

Tadi nada suaranya begitu riang di telepon. Membayangkan pulang, mengudara dan mendarat di bandara Sultan Hasanuddin yang baru. Di dadanya membuncah kangen untuk ayah, ibu, kakak, dan family yang lain. Juga buat teman-teman yang beberapa lama hanya dapat ditemui lewat layar computer, atau bicara lewat handphone.

Hari ini Kamis 9 April 2009. Sejak kemarin siang ia telah bertemu dengan orang-orang yang dicintainya. Lewat handphone ia mengatakan telah membuat beberapa rencana untuk menghabiskan hari hingga akhir pekan nanti. Kemana ia akan pergi, dengan siapa dan bertemu siapa. Alangkah riangnya ia diseberang sana.

Seakan tak peduli dengan limit kartu handphone-ku yang hampir usai, ia terus bicara. Meluapkan gembira, melupakan sejenak pekerjaan yang ditinggalkan, tak peduli boss tahu dia pulang atau tidak. Juga tentu tak terlalu risau dengan permintaan traktiran teman-teman yang ditemuinya. Dalam hati yang lirih terucap, selamat bersenang-senang kawan! Mumpung masih ada waktu…

Hari masih pagi. dari luar, terdengar pintu utama digedor. Ah, pasti Mr. Nainggolan. Seminggu ini ia kena giliran jaga malam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 07.30. Dengan dengan langkah gontai kubuka pintu kamar lalu melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk cuci muka. Keluarnya, tak lupa kuraih gelas besar dan teh celup dari dalam lemari. Di ruang tengah kucurahkan air panas dari dispenser kedalam gelas. Lalu duduk dekat tipi yang sesaat lalu dinyalakan Mr. Nainggolan.

Sejurus kemudian aku masuk kembali ke kamar. Rasanya ada yang terlupakan. Kubuka handphone lipat yang diam diatas lemari kecil. Ternyata masih ada SMS sisa semalam yang tak sempat kubaca. Dari seorang teman lama, ia menulis: ‘Aslm. Jangan lupa besok contreng Partai Kita Semua. Hehehe..”

Kubaca SMS itu sekali lagi. Lalu sejenak tersenyum kecut. Maafkan aku kawan. Disini, sekarang, banyak hal yang aku tak bisa. Tak bisa pulang seperti si Dadang, tak bisa ketemu kalian yang selalu menagih traktiran. Juga tak bisa memenuhi permintaanmu di SMS itu. Sebab aku telah memilih yang lain. Memilih untuk tak memilih. Bukan karena keinginan tapi karena aku tak ada niat untuk selamanya disini.

ltf

09/04/09

2 komentar:

  1. Kak, knp dari tadi sy baca cerita ta' sad ending terus? hikz. hehe... achievement & kegembiraan di posting jg dong. =)
    Ganbatte!

    BalasHapus
  2. entahlah dik. saya suka mengakhiri cerita dengan tragedi. tak selamanya hidup itu selalu berhasil dan gembira. karena kesedihan itulah saya belajar tegar..

    BalasHapus